Rabu, 09 November 2011

Gerobak Seorang Ibu


“masih jam setengah dua” batinku,,,

Kulihat ada gerobak penjual minuman, langkahku pergi kesana, ada dua orang yang berada di gerobak ini, seorang ibu tua dan seorang anak muda, mungkin temannya, kupikir.

“kopi dingin satu bu, ndak pake lama” kata ku

“iya nak, sebentar ya,,,?” sahut sang ibu

Aku memilih duduk dibawah pohon rindang, sekalian menyejukkan diri di tengah udara kota pekanbaru yang menggila panasnya, sekalian ada janji dengan teman untuk pergi ke pesta pernikahan bos di kantor.

Kopi dingin pun sampai disamping ku, tidak perlu pakai meja, toh hanya bangku taman tempat duduk duduk menikmati jalanan, sewaktu sedang menikmati minuman, aku mencuri dengar pembicaraan antara sang ibu dan anak muda itu.

“Bapak anak anak sudah tidak mampu bekerja lagi semenjak tempat kerja dia lama di pabrik batu bata daerah kulim sudah tutup, jadi kerja suami saya hanya di rumah saja, anak kami berlima, paling besar cewek, sekarang sedang duduk di kelas tiga sma” kata ibu itu,

“dulu sewaktu anak saya yang paling tua sekolah di smp, pas kami sedang tidak punya penghasilan, Cuma bapak anak anak saja yang bekerja, sedangkan saya Cuma ibu rumah tangga, anak saya yang paling tua itu bersikeras ingin bersekolah,,,”

——————————————————————-

“aku ingin bersekolah mak,,, aku ingin menyambung sampai SMA” kata Fatimah

“aduh nak, duitnya dari mana? Bapak mu baru saja di PHK, sedangkan ibu Cuma bekerja dirumah” sahut ibu,

“pasti ada jalan, mak, ayolah mak, sedangkan umi, teman Fatimah bapaknya sudah meninggal, mak, namun tetap dapat bersekolah sampai sekarang”, sambung Fatimah

“ya, namun ibunya sudah punya usaha jahit baju, nak, tolonglah mengerti kesusahan keluarga kita, adik adikmu masih berempat, dan mereka juga harus bersekolah, Fatimah,,,”

“jangan menyerah, mak,,, kita jualan saja pakai gerobak, mak, jualan minuman dan lontong, “

“apa kamu tidak malu, imah,,,? Apa kata kawan kawan kamu nanti,,,? Kamu jualan pakai gerobak, mau di taruh dimana mukamu nak,,,?” Hujam sang ibu,

“imah tidak malu doh mak, biarlah imah mendorong gerobak pas pulang sekolah, mencuci piring, ndak malu imah, asalkan imah bisa bersekolah, setelah imah bersekolah tinggi, mak, imah bisa bekerja di tempat yang bagus, bisa membantu adik adik bersekolah, mak, itu tugas imah sebagai anak tertua,,,” tangis imah

“iyalah nak, nanti amak minjam sama paman kau modal untuk buka usaha gerobak nak, kita buka di dekat purna MTQ, biar dekat dengan sekolah kau,,, biar kau pun bisa bantu mamak sepulang sekolah” kata sang ibu, akhirnya mengalah.

———————————————————-

“begitulah akhirnya saya dapat buka usaha gerobak ini dek,” cerita ibu itu

“terkadang kadang harus main kucing kucingan dengan satpol PP kalau mereka sedang razia, untunglah selama hampir empat tahun ini belum pernah kena tangkap satpol PP” tutup ceritanya kepada teman disampingnya.

Terharu diriku mendengar cerita ibu tersebut, betapa perjuangan yang tidak mau menyerah kepada nasib.

“berapa, buk?” kataku untuk membayar minuman tadi,

“lima ribu nak,,,”

Hmm,,, jadi malu kepada kisah ibu tersebut, ternyata meski hidupnya susah, namun semangatnya tetap membara, terima kasih untuk kisahnya, bu,,,

Ibu Suka Berbohong


Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan bahagian nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak, aku tidak lapar” ———-KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia dapat memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan suduku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DUA

Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak mancis untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kepentingan hidup. Di kala musim sejuk tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak mancis. Aku berkata : “Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata : “Cepatlah tidur nak, aku tidak penat” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE TIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi loceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : “Minumlah nak, aku tidak haus!” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE EMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai keperluan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang pakcik yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE LIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pencen. Tetapi ibu tidak mahu, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, tetapi ibu berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Saya ada duit” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM

Setelah lulus dari ijazah, aku pun melanjutkan pelajaran untuk buat master dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universiti ternama di Amerika berkat sebuah biasiswa di sebuah syarikat swasta. Akhirnya aku pun bekerja di syarikat itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mahu menyusahkan anaknya, ia berkata kepadaku : “Aku tak biasa tinggal negara orang” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE TUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanser usus, harus dirawat di hospital, aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik terus segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perit, sakit sekali melihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : “Terima kasih ibu..!” Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktiviti kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita. Buktinya, kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia sudah makan atau belum, risau apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah merisaukan kabar dari orangtua kita? Risau apakah orangtua kita sudah makan atau belum? Risau apakah orangtua kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi… Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orangtua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari.

Siapakah kamu?


Alkisah, beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Surabaya sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah setengah baya. Si pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan. “Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta ?” tanya si pemuda. “Oh…saya mau ke Jakarta terus “connecting flight” ke Singapore untuk menengok anak saya yang ke dua”, jawab ibu itu. “Wouw… hebat sekali putra ibu”, pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.

Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya.” Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi , putra yang kedua ya bu? Bagaimana dengan kakak adik-adik nya?” “Oh ya tentu”, si Ibu bercerita : “Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang, yang keempat berkerja di perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, dan yang ke tujuh menjadi Dosen di sebuah perguruan tinggi terkemuka Semarang.”"

Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh. “Terus bagaimana dengan anak pertama ibu ?” Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, “Anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja nak. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.” kata sang ibu.

Pemuda itu segera menyahut, “Maaf ya Bu… mungkin ibu agak kecewa ya dengan anak ibu yang pertama, karena adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi seorang petani?”





Apa jawab sang ibu..???





Dengan tersenyum ibu itu menjawab :
“Ooo …tidak, tidak begitu nak. Justru saya SANGAT BANGGA dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani”
Pemuda itu terbengong….

Hikmah yang bisa dipetik

Semua orang di dunia ini penting. Buka matamu, pikiranmu, hatimu. Intinya adalah kita tidak bisa membuat ringkasan sebelum kita membaca buku itu sampai selesai. Orang bijak berbicara “Hal yang paling penting di dunia ini bukanlah SIAPAKAH KAMU? tetapi APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN UNTUK ORANG LAIN?”

Ibu, buta....


Ibuku buta sebelah matanya, aku sangat malu dan sangat membencinya. Dia memasak dikantin sekolah untuk murid-murid dan guru-guru guna mencukupi kebutuhan dirinya dan diriku. Suatu hari saat aku masuk sekolah dia mendatangiku dan mengucap salam kepadaku. Aku begitu malu didepan teman-temanku, bagaimana dia bisa melakukan itu kepadaku dihadapan teman-temanku. Lalu aku abaikan dia dan melemparkan pandangan benci kepadanya sambil berlari.

Besoknya salah seorang temanku mengejekku dengan berkata “heh ibumu hanya punya sebelah mata” Saat itu ingin mati aku rasanya, dan ingin ibuku itu hilang dan pergi dari kehidupanku. Lalu aku bertengkar dengan ibuku seraya mengatakan: “kalau ibu hanya menjadi bahan tertawaan teman-temanku mengapa ibu tak mati saja” Ibuku hanya diam dan tak menjawab makian yang aku tujukan kepadanya.Aku sama sekali tak memikirkan apa yang aku katakan kepadanya, karena saat itu aku sangat marah kepadanya karena memendam rasa malu. Dan aku juga tidak memperdulikan perasaannya terhadap makianku itu

Rasanya aku ingin keluar dari rumah ibuku. Jadi aku belajar dengan rajin agar aku dapat beasiswa keluar negeri dan meninggalkan ibuku yang buta itu.

Setelah lama berselang aku menikah, kubeli rumah dan aku hidup bahagia dengan mempunyai dua anak. Suatu waktu ibuku mengunjungiku, karena sudah bertahun-tahun dia tidak menemuiku dan tidak pernah bertemu dengan cucunya. Ketika dia memberi salam dan istriku membukakan pintu lalu anak-anakku menertawakannya kemudian takut karena melihat wajahnya yang hanya dengan satu mata. Lalu aku menemuinya diluar dan berteriak kepadanya: “betapa beraninya kamu kerumahku dan menakut-nakuti anak-anakku, pergi dari sini sekarang juga” Ibuku hanya menjawab: “ Maaf saya salah alamat dan kemudian dia pun pergi”

Suatu waktu ada undangan reuni sekolah dikirimkan kerumahku. Jadi aku berbohong kepada istriku dan aku bilang ada dinas keluar kota kepadanya. Usai reuni aku mampir kekampungku hanya untuk sekedar rasa ingin tahu. Kemudian salah seorang tetanggaku mengatakan kepadaku bahwa ibuku telah meninggal dunia

Aku tak terharu ataupun meneteskan airmata. Lalu tetanggaku itu menyerahkan sepucuk surat dari ibuku untukku. Lalu aku pun membuka dan membacanya:

Anakku tersayang, aku memikirkanmu setiap saat.
Maafkan aku telah datang kerumahmu dan menakut-nakuti anak-anakmu.

Aku kerumahmu karena kangen dan ingin melihat cucuku.

Walaupun kamu mengusirku tapi aku senang dapat melihatmu dan anak-anakmu.

Dan aku sangat bergembira setelah aku dengar engkau mau datang reuni.

Tapi sayangnya aku tidak bisa bangkit dari tempat tidurku untuk melihatmu.

Anakku, maafkan aku yang telah membuatmu malu sewaktu kita masih bersama.

Ketahuilah anakku, sewaktu kau masih kecil kau mengalami kecelakaan yang membuatmu kehilangan sebelah matamu.

Sebagai seorang ibu aku tidak bisa mendiamkan kamu tumbuh hidup hanya dengan satu mata saja.

Jadi aku donorkan mataku yang sebelah untukmu.

Aku sangat bangga pada anakku yang telah memperlihatkanku dunia baru untukku ditempatku dengan mata itu.

Bersama dengan cintaku.

IBUMU…

Sungguh sebuah penyesalan yang amat sangat apabila kita mendapati ibu kita meninggal tetapi kita belum berbuat baik ataupun memberikan keinginan yang di inginkan ibu kita.

“Seseorang bertanya kepada Rosulullah -sholallahu ‘alaihi wasallam- : siapakah orang yang paling berhak untuk saya berbakti kepadanya? beliau menjawab : ibu kamu, kemudian ibu kamu, kemudian ibu kamu, kemudian ayah kamu.” (Alhadits)

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS Luqman : 14)

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (QS Al Israa’ ; 23)

Mudah-mudahan Allah menjaga kita dari perjalanan cerita diatas, dan mudah-mudahan Allah menjadikan kita semua orang yang selalu berakhlaqul karimah terhadap orang tua kita, Aamiin

Ibu dan Putranya


Sebut saja namanya ibu Sabar, beliau wanita luar biasa yang aku kenal. Berputra empat, tiga perempuan dan seorang laki-laki. Suaminya sudah tidak lagi bekerja dikarenakan sakit lama yang dideritanya.

Saat ini adalah saat yang mengharukan bagi sang Ibu. Puji syukur tak henti-hentinya beliau panjatkan kepada Yang Maha Kuasa, karena anak lelakinya sekarang sudah punya pekerjaan dan akan menikah dengan seorang yang sudah dikenal kebaikannya.Terbayang peristiwa sekitar lima tahunan yang lalu..Ya Alloh..perkenankanlah doaku semoga anak lelakiku mendapatkan istri yang shalehah.

Lima tahunan yang lalu anak lelakinya pergi merantau ke negeri seberang jauh dari kampungnya untuk mencari penghidupan yang layak.Cita-citanya adalah menjadi tulang punggung keluarga, mengingat dialah anak lelaki satu-satunya, sedang bapaknya sudah tidak bisa bekerja lagi.

Hari berganti hari. Ibunya sangat merindukannya. Sampai suatu ketika, sang ibu mendapat kabar yang sangat menyedihkan, kalau anak lelakinya berada dalam sel tahanan polisi. Tanpa banyak berfikir, sang Ibu pun berkeinginan untuk menjenguk putranya.

Setelah pinjam sana sini, akhirnya sang ibu menyusul anak lelakinya. Naik pesawat terbang. Sesuatu yang tadinya mustahil untuk dilakukan, jangankan untuk naik pesawat terbang, untuk kehidupan sehari-haripun sudah pas-pasan. Namun karena tekad yang kuat untuk bertemu anak lelakinya, maka sang ibupun berangkat setelah mendapat ijin dari suaminya.

Sesampai ditempat tujuan, sang ibu langsung menemui putranya. Ia seakan tak percaya melihat putranya, putranya yang dulu gagah sekarang kumal hanya berbalut celana kolor, kotor sepertinya tak mandi beberapa hari lamanya dan yang paling menyayat hatinya putranya tak sedikitpun mengenali Ibunya.”Siapa Kamu!”..Kata sang anak.”Nak..Nak..ini Ibumu..kenapa kamu disini. Ini tempat para maling dan penjahat, ini bukan tempatmu..ini bukan tempatmu,…siapa yang memasukkan kamu ke penjara ini Nak..siapa….ini bukan tempatmu Nak…” Tangis Sang Ibu tak henti-hentinya.

“Anak ibu membahayakan orang lain!” Begitu penjelasan dari polisi yang didapat ketika sang ibu menanyakan kenapa anaknya dimasukkan ke sel tahanan.” Ini tidak manusiawi, Pak!” seharusnya bukan begini caranya!” Kata sang ibu.”Tapi siapa yang bertanggung jawab jika terjadi sesuatu?!” Kata Pak Polisi.”Aku Pak!,…Aku yang bertanggung jawab, ..Aku Ibunya!” Jawab sang Ibu tegas.

Akhirnya Anak lelaki bu Sabar diperbolehkan pulang, dan sang ibu merencanakan membawa anak lelakinya ke kampung untuk pengobatan. Dengan segala perjuangan akhirnya sampailah sang ibu dan anak lelakinya ke rumah. Hatinya berbalut sedih nestapa, anak lelaki yang sangat disayanginya kini tak mengenali dirinya. “Ahh.. tidak mengapa, Aku harus kuat dan Aku harus berjuang demi anakku..aku tidak memiliki apa-apa, Tapi aku punya kekuatan Doa..Doa untuk anakku” Tekad sang ibu.

Sejak itu hari-harinya hanya untuk mengurusi anaknya. Sejauh ini ia tak tahu apa yang harus dilakukannya untuk kesembuhan putranya yang ia tahu anaknya kembali seperti bayi. Semua keperluan anaknya Ibunya yang mengurusi, mulai dari makan, minum, mandi, BAB, ya.. semuanya. Anak lelakinya kembali seperti bayi tetapi bayi yang pemarah, bayi yang terus-menerus teriak, menendang, bahkan pernah mencekik nya. ”Bukan Salahnya..ini semua bukan salahnya..Ia hanya sakit..” Kata sang ibu begitu Ikhlasnya.

Hampir tiga bulan lamanya sang ibu menemani putranya, dan selama itu katanya tak pernah sekalipun sang ibu bisa tersenyum, apalagi tertawa. Pernah beliau mendengar tawa seorang tetangganya, katanya beliau sangat iri kepada tetangganya itu karena bisa tertawa.

Sampai suatu ketika ada tetangga yang berbaik hati, memberikan informasi pengobatan medis di rumah sakit. Dibawalah sang anak kesana. Setelah hampir dua minggu berobat., tibalah saat sang ibu untuk menemui putranya.

“Ibu”…panggil sang anak. Mengalir deraslah tangis sang Ibu…”Ya Alloh yang Maha Pengasih…terima kasih atas karunia Mu, Anak lelakiku telah kembali”.” Panggil lagi Nak..panggil lagi aku Ibu sepuasmu…kata Itu sangat berharga dan yang paling indah yang pernah ku dengar” Kata Sang Ibu.
“Ibu..sepertinya aku telah bermimpi. Sudah berapa lama aku di rumah sakit ini?, Aku Kenapa disini bu?.apa yang telah terjadi dengan aku” Tanya sang anak bertubi-tubi. Perlahan-lahan dieja deretan kata-kata dibaju yang ia pakai ..juga tulisan yang ada diseprei tempat tidurnya…Ru..mah..Sa..kit…Ji..wa.”Hah!.. Rumah Sakit Jiwa?..Apa Aku sakit Jiwa bu..” Tanya sang anak.

Sang Ibu terus memeluknya..tak ingin melepaskannya…kali ini Sang Ibu menangis bahagia.”Kamu sudah sehat anakku..kamu sudah bangun dari mimpi burukmu. Terima kasih Ya Alloh…terimakasih Ya..Alloh..Engkau telah mengabulkan doaku” Kata sang ibu.

Sang Ibu terhenyak dari lamunan peristiwa lima tahun yang lalu, ketika para tamu undangan Walimah pernikahan anak lelakinya mulai berdatangan. Selamat menempuh hidup baru anakku, Semoga menjadi keluarga Sakinah Mawadah Warohmah. Doa Restuku akan selalu menyertaimu… Anak-anakku.

Saat-saat pernikahan anak lelaki Sang Ibu

Abu Nawas Melucu ^^




Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang sama-sama ingin memiliki anak. Hakim rupanya mengalami kesulitan memutuskan dan menentukan perempuan yang mana sebenarnya yang menjadi ibu bayi itu.

Karena kasus berlarut-larut, maka terpaksa hakim menghadap Baginda Raja untuk minta bantuan. Baginda pun turun tangan. Baginda memakai taktik rayuan. Baginda berpendapat mungkin dengan cara-cara yang amat halus salah satu, wanita itu ada yang mau mengalah. Tetapi kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid justru membuat kedua perempuan makin mati-matian saling mengaku bahwa bayi itu adalah anaknya. Baginda berputus asa.

Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda memanggil abu nawas. abu nawas hadir menggantikan hakim. abu nawas tidak mau menjatuhkan putusan pada hari itu melainkan menunda sampai hari berikutnya. Semua yang hadir yakin abu nawas pasti sedang mencari akal seperti yang biasa dilakukan. Padahal penundaan itu hanya disebabkan algojo tidak ada di tempat.

Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas memanggrl algojo dengan pedang di tangan. abu nawas memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja.

“Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?” kata kedua perempuan itu saling memandang. Kemudian abu nawas melanjutkan dialog.

“Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?”

“Tidak, bayi itu adalah anakku.” kata kedua perempuan itu serentak.

“Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah maka saya terpaksa membelah bayi itu menjadi dua sama rata.” kata abu nawas mengancam.

Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit histeris.

“Jangan, tolongjangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu.” kata perempuan kedua. abu nawas tersenyum lega. Sekarang topeng mereka sudah terbuka. abu nawas segera mengambil bayi itu dan langsurig menyerahkan kepada perempuan kedua.

Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya. Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih. Apalagi di depan mata. Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan abu nawas. Dan .sebagai rasa terima kasih, Baginda menawari abu nawas menjadi penasehat hakim kerajaan. Tetapi abu nawas menolak. la lebih senang menjadi rakyat biasa.

Apel Untukmu


Dahulu kala, ada sebuah pohon apel besar. Seorang anak kecil suka datang dan bermain-main setiap hari. Dia senang naik ke atas pohon, makan apel, tidur sejenak di bawah bayang-bayang pohon apel … Ia mencintai pohon apel iu dan pohon itu senang bermain dengan dia. Waktu berlalu …….

Anak kecil itu sudah dewasa dan dia berhari-hari tidak lagi bermain di sekitar pohon. Suatu hari anak itu datang kembali ke pohon dan ia tampak sedih. “Ayo bermain dengan saya,” pinta pohon apel itu. Aku bukan lagi seorang anak, saya tidak ‘bermain di sekitar pohon lagi. “Anak itu menjawab,” Aku ingin mainan. Aku butuh uang untuk membelinya. “” Maaf, tapi saya tidak punya uang ….. tapi Anda bisa mengambil buah apel saya dan menjualnya. Maka Anda akan punya uang. “Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua apel di pohon dan pergi dengan gembira. Anak itu tidak pernah kembali setelah ia mengambil buah apel. Pohon itu sedih.

Suatu hari anak itu kembali dan pohon itu sangat senang. “Ayo bermain-main dengan saya” kata pohon apel. Saya tidak punya waktu untuk bermain. Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Dapatkah Anda membantu saya? “Maaf tapi aku tidak punya rumah. Tetapi Anda dapat memotong cabang-cabang saya untuk membangun rumahmu.” Lalu, anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting dari pohon dan pergi dengan gembira. Pohon itu senang melihatnya bahagia, tapi anak itu tidak pernah kembali sejak saat itu.

Pohon itu kesepian dan sedih. Suatu hari di musim panas, anak itu kembali dan pohon itu begitu gembira. “Ayo bermain-main dengan saya!” kata pohon. “Saya sangat sedih dan mulai tua. Saya ingin pergi berlayar untuk bersantai dengan diriku sendiri. Dapatkah kau memberiku perahu?” … “Gunakan batang pohonku untuk membangun perahu. Anda dapat berlayar jauh dan menjadi bahagia.” Lalu anak itu memotong batang pohon untuk membuat perahu. Dia pergi berlayar dan tak pernah muncul untuk waktu yang sangat panjang.

Akhirnya, anak itu kembali setelah ia pergi selama bertahun-tahun. “Maaf, anakku, tapi aku tidak punya apa-apa untuk Anda lagi. Tidak ada lagi apel untuk ananda. …” kata pohon “…..
” Saya tidak punya gigi untuk menggigit “jawab anak itu.”
” Tidak ada lagi batang bagi Anda untuk memanjat” .
“Saya terlalu tua untuk itu sekarang” kata anak itu.”
“Saya benar-benar tak bisa memberikan apa-apa ….. satu-satunya yang tersisa adalah akar sekarat” kata pohon apel dengan air mata.
“Aku tidak membutuhkan banyak sekarang, hanya sebuah tempat untuk beristirahat. Saya lelah setelah sekian tahun.” Anak itu menjawab.
“Bagus! Akar Pohon Tua adalah tempat terbaik untuk bersandar dan beristirahat di situ.” “Ayo, ayo duduk bersama saya dan istirahat”
Anak itu duduk dan pohon itu sangat gembira dan tersenyum dengan air mata.

============================================================